RAGAM BAHASA
A. Pengertian Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah
variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang
dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh
penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik , yang biasa digunakan di
kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis,
perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat
menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau
ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian
bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan
bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di
kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya
dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita
tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
B. Macam – macam ragam bahasa
1. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia
dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut
sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baku bahasa
Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang
dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur
bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi didalam
menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan
di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun
demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di
dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan
rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum,
tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa
baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa
Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku
yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan),
pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley,
1980). Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu
:
a) Ragam bahasa lisan
Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait
oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu
pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian.
Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian,
ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan
unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat
tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan
kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan
yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam situasi formal
berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam
situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan,
ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap
disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis.
Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan
ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis,
ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis.
Ciri-ciri ragam lisan :
1 - Memerlukan orang kedua/teman bicara;
2 - Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
-Hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
- Berlangsung cepat;
- Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
- Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
-Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah,
sambutan, berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering
digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama ngobrol
atau berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau
cara penyampaian seperti halnya pidato ataupun ceramah.
b) Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan
tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita
berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata
bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita
dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata
ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan
ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat
kabar, dll. Dalam ragam bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa
indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya
ilmiah.
Ciri Ragam Bahasa Tulis :
1 -Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
2 - Tidak terikat ruang dan waktu
3. Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat
4. Pembentukan kata dilakukan secara sempurna,
5. Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap, dan
6. Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.
7. Berlangsung lambat
8. Memerlukan alat bantu
2. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
a. Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian
bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di
Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah,
Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang
berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak
pada pelafalan “b” pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota
seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan lain-lain. Logat bahasa
Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu,
kitha, canthik, dll.
b. Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang
berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam
pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah,
kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak
berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo,
pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa,
misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu
bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya
dipakai.
c. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan
bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika
dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan
kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga
mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa
seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika
terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca,
akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak
penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat
kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat
keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku dipakai dalam :
1. Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.
2. Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
3. Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
4. Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.
3. Ragam Bahasa menurut Pokok Pesoalan atau Bidang Pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan.
Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun
menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam
lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan
kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan
politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan
ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang
digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula
dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah
kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut,
misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam
bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang
kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam
lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok
persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan
kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah,
kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.
FUNGSI BAHASA
1. Bahasa sebagai sarana komunikasi
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antara anggota
masyarakat. Fungsi tersebut digunakan dalam berbagai lingkungan,
tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam, misalnya : komunikasi
ilmiah, komunikasi bisnis, komunikasi kerja, dan komunikasi sosial, dan
komunikasi budaya.
2. Bahasa sebagai sarana integrasi dan adaptasi
Dengan bahasa orang dapat menyatakan hidup bersama dalam suatu
ikatan. Misalnya : integritas kerja dalam sebuah institusi, integritas
karyawan dalam sebuah departemen, integritas keluarga, integritas kerja
sama dalam bidang bisnis, integritas berbangsa dan bernegara.
3. Bahasa sebagai sarana kontrol sosial
Bahasa sebagai kontrol sosial berfungsi untuk mengendalikan
komunikasi agar orang yang terlibat dalam komunikasi dapat saling
memahami. Masing – masing mengamati ucapan, perilaku, dan simbol –
simbol lain yang menunjukan arah komunikasi. Bahasa kontrol ini dapat
diwujudkan dalam bentuk : aturan, anggaran dasar, undang – undang dan
lain – lain.
4. Bahasa sebagai sarana memahami diri
Dalam membangun karakter seseorang harus dapat memahami dan
mengidentifikasi kondisi dirinya terlebih dahulu. Ia harus dapat
menyebutkan potensi dirinya, kelemahan dirinya, kekuatan dirinya, bakat,
kecerdasan, kemampuan intelektualnya, kemauannya, tempramennya, dan
sebagainya. Pemahaman ini mencakup kemampuan fisik, emosi, inteligensi,
kecerdasan, psikis, karakternya, psikososial, dan lain – lain. Dari
pemahaman yang cermat atas dirinya, seseorang akan mampu membangun
karakternya dan mengorbitkan-nya ke arah pengembangan potensi dan
kemampuannya menciptakan suatu kreativitas baru.
5. Bahasa sebagai sarana ekspresi diri
Bahasa sebagai ekspresi diri dapat dilakukan dari tingkat yang paling
sederhana sampai yang paling kompleks atau tingkat kesulitan yang
sangat tinggi. Ekspresi sederhana, misalnya, untuk menyatakan cinta
(saya akan senatiasa setia, bangga dan prihatin kepadamu), lapar (sudah
saatnya kita makan siang).
6. Bahasa sebagai sarana memahami orang lain
Untuk menjamin efektifitas komunikasi, seseorang perlu memahami orang
lain, seperti dalam memahami dirinya. Dengan pemahaman terhadap
seseorang, pemakaian bahasa dapat mengenali berbagai hal mencakup
kondisi pribadinya: potensi biologis, intelektual, emosional,
kecerdasan, karakter, paradigma, yang melandasi pemikirannya, tipologi
dasar tempramennya (sanguines, melankolis, kholeris, flagmatis),
bakatnya, kemampuan kreativitasnya, kemempuan inovasinya, motifasi
pengembangan dirinya, dan lain – lain.
7. Bahasa sebagai sarana mengamati lingkungan sekitar
Bahasa sebagai alat untuk mengamati masalah tersebut harus diupayakan
kepastian konsep, kepastian makna, dan kepastian proses berfikir
sehingga dapat mengekspresikan hasil pengamatan tersebut secara pasti.
Misalnya apa yang melatar belakangi pengamatan, bagaimana pemecahan
masalahnya, mengidentifikasi objek yang diamati, menjelaskan bagaimana
cara (metode) mengamati, apa tujuan mengamati, bagaimana hasil
pengamatan,. dan apa kesimpulan.
8. Bahasa sebagai sarana berfikir logis
Kemampuan berfikir logis memungkinkan seseorang dapat berfikir logis
induktif, deduktif, sebab – akibat, atau kronologis sehingga dapat
menyusun konsep atau pemikiran secara jelas, utuh dan konseptual.
Melalui proses berfikir logis, seseorang dapat menentukan tindakan tepat
yang harus dilakukan. Proses berfikir logis merupakn hal yang abstrak.
Untuk itu, diperlukan bahasa yang efektif, sistematis, dengan ketepatan
makna sehingga mampu melambangkan konsep yang abstrak tersebut menjadi
konkret.
9. Bahasa membangun kecerdasan
Kecerdasan berbahasa terkait dengan kemampuan menggunakan sistem dan
fungsi bahasa dalam mengolah kata, kalimat, paragraf, wacana
argumentasi, narasi, persuasi, deskripsi, analisis atau pemaparan, dan
kemampuan mengunakan ragam bahasa secara tepat sehingga menghasilkan
kreativitas yang baru dalam berbagai bentuk dan fungsi kebahasaan.
10. Bahasa mengembangkan kecerdasan ganda
Selain kecerdasan berbahasa, seseorang dimungkinkan memiliki beberapa
kecerdasan sekaligus. Kecerdasan – kecerdasan tersebut dapat berkembang
secara bersamaan. Selain memiliki kecerdasan berbahasa, orang yang
tekun dan mendalami bidang studinya secara serius dimungkinkan memiliki
kecerdasan yang produktif. Misalnya, seorang ahli program yang mendalami
bahasa, ia dapat membuat kamus elektronik, atau membuat mesin
penerjemah yang lebih akurat dibandingkan yang sudah ada.
11. Bahasa membangun karakter
Kecerdasan berbahasa memungkinkan seseorang dapat mengembangkan
karakternya lebih baik. Dengan kecerdasan bahasanya, seseorang dapat
mengidentifikasi kemampuan diri dan potensi diri. Dalam bentuk sederhana
misalnya : rasa lapar, rasa cinta. Pada tingkat yang lebih kompleks ,
misalnya : membuat proposal yang menyatakan dirinya akan menbuat suatu
proyek, kemampuan untuk menulis suatu laporan.
12. Bahasa Mengembangkan profesi
Proses pengembangan profesi diawali dengan pembelajaran dilanjutkan
dengan pengembangan diri (kecerdasan) yang tidak diperoleh selama proses
pembelajaran, tetapi bertumpu pada pengalaman barunya. Proses berlanjut
menuju pendakian puncak karier / profesi. Puncak pendakian karier tidak
akan tercapai tanpa komunikasi atau interaksi dengan mitra, pesaing dan
sumber pegangan ilmunya. Untuk itu semua kaum profesional memerlukan
ketajaman, kecermatan, dan keefektifan dalam berbahasa sehingga mempu
menciptakan kreatifitas baru dalam profesinya.
13. Bahasa sarana menciptakan kreatifitas baru
Bahasa sebagai sarana berekspresi dan komunikasi berkembang menjadi
suatu pemikiran yang logis dimungkinkan untuk mengembangkan segala
potensinya. Perkembangan itu sejalan dengan potensi akademik yang
dikembangkannya. Melalui pendidikan yang kemudian berkembang menjadi
suatu bakat intelektual. Bakat alam dan bakat intelektual ini dapat
berkembang spontan menghasilkan suatu kretifitas yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar